27 December 2006
Kuda
Posted by andinur at 09:37 0 comments
21 December 2006
Surat Mochtar Pabottingi
----------------------------------------------------------------------------------------
Sejak tahun 1974 itu hingga saat ini, sudah tak terhitung berapa kali sudah Kompas mengundang dan mengikutsertakan saya dalam kegiatan multidimensionalnya , termasuk mewawancarai dan/atau memuat tulisan saya secara patut–singkatnya mensponsori saya secara dan pada tempat yang terhormat–dalam pelbagai acara. dan kesempatan. Khususnya di bawah pimpinan Pak Jakob, saya senantiasa merasakan bahwa Kompas terus melangkah dalam kombinasi yang pas antara modal berkah kerja (earned capital), ketercerahan (enlightenment) dan kebijaksanaan (wisdom). Pada Kompas sepanjang yang saya tangkap selama ini saya mengamati adanya konsistensi dalam upaya menggerakkan kemajuan serta menegakkan kebajikan dalam hidup berbangsa/bernegara . Kita butuh Kompas terus dengan kiprah demikian hingga terus ke masa depan yang jauh.
Mari kita berhenti terperangkap pada orang atau situasi ketika ia jadi mala,Dalam peringatan Professor Driyarkara baru-baru ini, Pak Jakob–setia dan jujur pada diri beliau–menekankan pentingnya wisdom dan compassion. Hanya dengan wisdom dan compassion kita bisa terhindar dari perangkap ego+kuasa yang cenderung membutakan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik.
lalu begitu saja mengubur ingatan ketika ia begitu lama bona dan dengan
penanganan yang bajik bisa kembali demikian.
Posted by andinur at 09:22 0 comments
19 December 2006
Beda Ruang Beda Waktu
Oleh karena itu, jangan salahkan kawan Anda bila terlambat datang untuk rapat dengan Anda. Bisa jadi jam tangan anda atau jam di ruang rapat terlalu cepat dibandingkan dengan jam teman Anda.
Maka mari kita samakan jam kita masing-masing. Kalau saya biasanya menyamakan penunjuk waktu saya dengan jam yang ada di tempat umum misalnya di stasiun kereta api (Manggarai--sayang jam di stasiun ini tidak berguna karena kereta pasti tidak tepat waktu--), Bandara atau jam-jam di beberapa jalan di Jakarta dan sekitarnya (jam di papan promosi Gudang Garam di pinggir jalan tol arah Tanjung Priok dari Cawang dan jam di sebuah papan iklan di pinggir jalan Tol Jagorawi tepatnya di Sentul).
Menunjuk pukul berapa jam di ruangan, jam tangan dan handphone Anda?
Posted by andinur at 14:15 0 comments
30 November 2006
Human Rights Update : Komnas HAM Tutup Kasus Tanak Awu
PT. Angkasa Pura I (Persero) kepada Komnas HAM melalui surat tanggal 29 Agustus 2006 menyatakan belum bersedia menempuh mediasi dan mempersilahkan pihak-pihak yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum.....
Pernyataan itu adalah jawaban terhadap tawaran mediasi Komnas HAM tentang sengketa ganti rugi pada pembebasan lahan untuk pembagunan Bandara Internasional Lombok Baru menggantikan Bandar Udara Selaparang Mataram saat ini.
Sebelumnya dalam pengaduannya kepada Komnas HAM, masyarakat bekas pemilik lahan yang akan dibangun bandara baru mengadukan soal intimidasi dan rendahnya nilai ganti rugi tanah milik mereka pada 1995. Mereka menilai ganti rugi sebesar sekitar 2000 rupiah per meter persegi tidak layak. Jumlah itu jauh di bawah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun 1995 sebesar 3500 rupiah per meter persegi. Kepada Komnas HAM mereka mengusulkan jalan mediasi.
Soal nilai ganti rugi juga disampaikan Kapolda NTB pada pertemuan dengan Komnas HAM pada 7 Oktober 2005 di Mataram. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB pada kunjungan kerja Komnas HAM 6-8 Oktober 2005 juga menyampaikan informasi soal nilai ganti rugi ini.
Persoalan Tanak Awu makin membesar dan mencapai puncaknya ketika terjadi kekerasan pada saat rapat akbar 18 September 2005 di lahan yang akan dijadikan bandara, Desa Tanak Awu, Lombok Tengah. Setidaknya 27 orang petani termasuk seorang anak-anak terkena tembakan, 8 orang petani dianiaya dan 4 orang petani ditangkap oleh aparat Kepolisian Lombok Tengah. Rapat akbar ini digelar oleh Serikat Petani NTB (SERTa NTB) dan Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan dihadiri perwakilan petani dari sejumlah negara. Rapat akbar ini diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Tani 24 September yang ke-45.
Tiga orang anggota Komnas HAM yaitu H. Amidhan, Hasballah M. Saad dan Enny Soeprapto pada 6-8 Oktober 2005 memantau soal Tanak Awu. Dalam laporannya Komnas HAM menyimpulkan tiga hal yaitu pertama, telah terjadi pelanggaran hak atas tanah, intimidasi dan pemaksaan serta ganti rugi yang diberikan jauh di bawah NJOP.
Komnas HAM menyimpulkan pembubaran paksa rapat umum adalah pelangaran hak berkumpul/berapat. Meski ada korban dari pihak kepolisian Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman dan tenteram serta ancaman ketakutan karena adanya penembakan, pemukulan, penculikan dan tindak kekerasan lain.
Pada 13 Oktober 2006 tim Komnas HAM dipimpin oleh Komisioner Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, H. Amidhan, kembali bernegosiasi dengan pihak-pihak yang bersengketa agar bersedia dimediasi. Komnas HAM melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kantor Gubernur NTB. Pertemuan itu dihadiri oleh Wakil Bupati Lombok Tengah, Muspida Propinsi NTB dan Kabupaten Lombok Tengah. Perwakilan Direksi PT. Angkasa Pura I (Persero) juga hadir meskipun sebelumnya jelas-jelas menolak tawawan mediasi. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Polda NTB serta LSM yang menamakan diri Tim Independen. Sementara masyarakat yang meminta mediasi diwakili oleh Serikat Tani (SERTa) NTB.
Pertemuan 13 Oktober 2006 itu tidak memberikan hasil menggembirakan. Pemerintah Provinsi NTB sebagai pengambil kebijakan tertinggi di daerah yang sebelumnya diharapkan memberikan jalan keluar menyatakan menolak kebijakan mediasi. Gubernur mengatakan proses pelepasan hak atas tanah yang menjadi objek sengketa telah selesai dan sah secara hukum. Masyarakat bekas pemilih lahan telah menerima uang ganti rugi dari PT Angkasa Pusat I (Persero) pada 1995. Gubernur menyarankan jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan ini. Gubernur NTB dalam sambutan tertulisnya justru menuduh Komnas HAM terpengaruh dan ditunggangi oleh masyarakat dan LSM.
Komnas HAM menilai Gubernur NTB sama sekali tidak mempertimbangkan fakta umum yakni intimidasi saat proses pelepasan hak atas tanah. Saat itu, kekuasaan Orde Baru menggunakan kebijakan represif untuk menghadapi setiap terjadi penolakan atas kebijakan Pemerintah. Dalam kasus di Tanak Awu ini, apabila ada pemilik tanah yang menolak menerima uang ganti rugi maka pembayarannya akan dititipkan melalui PN setempat. Perspektif HAM menilai pelepasan hak atas tanah tersebut adalah pelanggaran HAM.
Melihat kenyataan ini Komnas HAM berkesimpulan bahwa upaya mediasi oleh Komnas HAM tidak bisa dilanjutkan karena para pihak tidak bersepakat untuk melakukan mediasi.
Dalam laporannya tertanggal 20 November 2006 yang ditandatangani oleh Ketua Subkomisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Komnas HAM menyatakan menutup kasus sengketa Tanak Awu kecuali para pihak bersedia untuk di mediasi oleh Komnas HAM berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Posted by andinur at 09:19 0 comments
11 October 2006
Promosi Warung Kopi
Meski hanya sekelas kaki lima, tapi pemilik warung kopi ini tidak kalah cerdas dengan pemilik waralaba-waralaba kedai kopi sekelas starbucks. Baginya, promosi adalah bagian penting dari strategi penjualan.
Foto : Andi Nur
Lokasi : Stasiun Cawang, Jakarta.
Posted by andinur at 08:04 0 comments
09 October 2006
Darah Cina di Tubuh Walisongo
Itulah kesimpulan Prof. Dr. Slamet Muljana, ilmuwan yang melihat 'Islam Indonesia' tetap sebagai 'Islam Indonesia' bukan 'Islam Arab'. Slamet menyimpulkan Sunan Kalijaga memiliki nama lain yaitu Gan Si Cang. Gan Si Cang (Sunan Kalijaga) adalah kapitan Cina di Semarang, salah satu putra Gang En Cu, mantan kapitan Cina di Manila yang dipindahkan ke Tuban sejak 1423.
Saudara perempuan Gan Si Cang (Sunan Kalijaga) adalah Ni Gede Manila yang dinikahi Bong Swi Hoo. Bong datang ke Jawa pada 1445. Perkawinan Bong dengan Ni Gede Manila melahirkan Bonang (Sunan Bonang). Bonang diasuk oleh Sunan Ampel dan Giri (Sunan Giri)
Gan Si Cang alias Raden Said alias Sunan Kalijaga adalah pimpinan pembangunan Masjid Demak. Tukang-tukangnya diambil dari galangan kapal Semarang. Masjid fenomenal itu menggunakan konstruksi tiang kapal yang terdiri dari susunan kepingan-kepingan kayu yang rapi. Konstruksi ini konon lebih kuat menahan badai.
Sementara itu, Sunan Gunung Jati, menurut Prof. Slamet tidak lain adalah Toh A Bo, putra Sultan Trenggana. Dan, Sunan Kudus atau Jafar Umar Sidik adalah nama lain dari Ja Tik Su.
Untuk mengetahui lebih jauh soal ini silahkan lihat karya Prof. Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, LKiS, Yogyakarta, 2005.
Buku ini pernah diterbitkan oleh penerbit Bharatara, Jakarta pada 1968 dan berhasil dilarang oleh Kejaksaan Agung. Selengkapnya..
Posted by andinur at 13:17 0 comments