03 January 2007

Primbon & Pindah Rumah


Malam-malam sebelum saya pindah rumah, Bapak Mertua saya (Sukimin Joyo Suparto) sudah buka-buka buku panduannya : Primbon Betaljemur Adamakna (www.primbon.com). Setelah diitung-hitung atas dasar weton saya dan istri (Is Wahyuni) ketemulah hari baik : Selasa, 2 Januari 2007, pagi. Perlengkapan pindahan yang harus dibawa adalah tikar, sapu lidi dan bantal. Malam sebelum pindahan saya harus memindahkan dulu benda-benda tadi dari rumah sewa saya ke rumah mertua. Rumah kontrakan saya satu blok dengan rumah mertua.

Pagi, 2 Januari 2007, saya harus mengantar barang tadi dari rumah mertua ke rumah baru melewati jalan memutar. Padahal rumah sewa saya dengan rumah baru satu jalan meski beda satu blok. Hematnya, dari rumah sewa saya cukup berjalan lurus ke rumah baru. Tapi namanya syarat saya harus melakukan saran tadi. Kata Bapak saya, itu syarat biar rejeki lancar. Manurut hitung-hitungan rumah saya menghadap barat dan itu cocok dengan weton (hari lahir) saya.

Saya sendiri tidak percaya dengan hitung-hitungan Jawa meski saya dilahirkan di tanah Jawa. Mestinya, mungkin, saya jalan kaki membawa serta tiga benda tadi. Tapi karena ga mau dibilang orang gila akhirnya saya dan istri sepakat membawanya dengan mobil dengan jalur tetap memutar.

Saya mengikuti saran Bapak mertua hanya atas dasar penghormatan terhadap Bapak, tidak lebih dari itu. Mungkin bagi kaum Ahlusunnah wal Jamaah, apapun alasannya, yang saya lakukan adalah pelanggaran hukum agama. Wallahu 'alam.

3 comments:

Deviana Ike said...

Lucu juga tuh Ndi... gpp Ndi.. nyenengin orangtua itu ibadah kok, tapi harusnya sih di kasih tahu juga, mungkin butuh proses kali yahh... seepp dahh...

Asri said...

Jadi inget waktu aku mau pindahan dari rumah ortu, menuju rumah kontrakanku sendiri. Biarpun judulnya rumah kontrakan, tapi mbahku yang orang Jawa itu juga memaksa aku dan suamiku untuk bawa tikar, bantal, sapu lidi dan lampu sentir (lampu minyak), juga dengan jalan memutar. Gak lupa, dia juga nyuruh kami selametan nasi kuning di rumah baru itu. Tadinya aku and suami males banget ngejalaninnya. Tapi Bapakku yang juga orang Jawa setengah maksa kami menuruti mbahku itu... So, jadilah, pada hari, tanggal dan jam yang ditentukan Mbahku, kami pindahan dengan membawa barang2 yang dititahkan. Kalo awakmu, Ndi, masih mending, boleh numpak mobil... Aku, waktu itu gak boleh. Bahkan naik motor pun gak boleh sama Mbahku... Untungnya jaraknya hanya sekitar 500 meter. coba aja jauh dikit... Capek deh... Hehehe...

andinur said...

Ada satu lagi, Sri yang sangat-sangat penting menurut nilai-nilai primbon yaitu soal hadap rumah. Menurut primbon, kata Bapakku, rumah yang cocok dengan keluargaku itu rumah hadap barat.

Aku ga tau ini kebetulan atau disengaja. Kami mendapatkan rumah yang menghadap barat, tapi posisinya di pojok. Pintu samping kami tutup dan dibuat daun-daun jendela.

Rumah kontrakan kami sebelumnya juga hadap barat, rumah hoek (pojok). Sebenarnya pintu utamanya hadap utara tapi kami terbiasa menggunakan pintu yg hadap barat sebagai pintu utama. Rasa-rasanya lebih nyaman lewat pintu ini. Pintu samping dibuka hanya kala mengepel lantai.

Kadang ga masuk akal juga.